Perpustakaan
yang hanya identik dengan buku, nyatanya bisa membuat saya tertarik, karena di
dalamnya banyak mengandung informasi yang saya inginkan. Dulu tidak pernah
terpikirkan oleh saya pribadi, kalau saya akan berkecimpung dengan dunia
perpustakaan dan mempelajari ilmunya seperti saat ini. Pertama kali saya
mengenal sebuah perpustakaan ketika saya tinggal di Pondok Pesantren As-Salafiyah
Safi’iyah tepatnya di Pondok Pesantren Raudhlatul Ulum 1 Malang. Selain saya
nyantri saya juga Sekolah Menengah Atas (SMA) Raudhlatul Ulum 1 Malang pada
tahun 2006/2007-2009/2010. Sebelumnya, waktu saya duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah
(MI) di Raudhlatu Ulum II Puguk pada
tahun 1997/1998 an dan di bangku Madrasah Stanawiyah (MTs) Raudhlatul Ulum I Meranti
pada tahun 2003/2004-2006/2007, saya tidak mengenal dengan yang namanya
perpustakaan karena di sekolah saya dulu tidak ada yang namanya perpustakaan.
Dikarenakan sekolah saya itu berada di kampung (pelosok) yang masih tertinggal
dan sulit sekali untuk mengakses informasi kondisi pada saat itu. Begitu juga
dengan kondisi saat ini masih sulit yang namanya mengakses informasi, karena
tempatnya memang di pelosok. Jangankan informasi bisa diakses, untuk nelpon
saja atau menghubungi seseorang sulit sekali, karena sinyalnya sulit untuk didapatkan
mungkin karena keadaannya atau lingkungannya masih di kelilingi oleh pepohonan
atau lingkungan yang masih dikelilingi hutan.
Ketika
saya lulus dari Pondok Pesantren dan selesai jenjang pada pendidikan Menengah Atas
(SMA) saya berniat untuk kuliah di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Namun,
keadaan yang tidak mendukung saya untuk kuliah di tempat tersebut dan
mengharuskan saya pulang ke kampung halaman dan melanjutkan pendidikan di Pontianak
tepatnya di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontinak dan sekarang
sudah berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak. Saya kuliah
ambil jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), sebenarnya
saya kurang tertarik dengan Pendidikan Agama Islam tersebut. Namun, karena
orang di sekeliling saya menyuruh ambil jurusan itu, maka saya ikuti dan Alhamdulillah bisa menikmati,
dan sampai selesai mendapatkan gelar S.Pd.I, dengan ditempuh selama 3 tahun
lebih. Alasan mengapa mereka menyuruh saya ambil jurusan tersebut, mungkin
karena basic/beground saya yang tidak lepas dari pendidikan
agama.
Pada
waktu saya kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontinak banyak
sekali tugas yang diberikan oleh dosen, sehingga saya banyak sekali membutuhkan
informasi atau referensi sebagai acuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Saya
mencari informasi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen dengan
mencari rujukan di perpustakaan karena saya suka sekali membaca referensi yang
berbasis hard copy atau buku, karena enak dibaca dan sumbernya pun
jelas. Kalau misalnya buku yang dicari tidak ditemukan saya langsung cari ke
toko buku, sampai ketemu. Dan pada waktu itu juga saya tidak suka yang namanya
menyelesaikan atau mengerjakan tugas itu ambil dari internet atau yang biasa
disebut oleh teman-teman kelas saya waktu di bangku kuliah dengan sebutan “Mbah
Google”. Dan sampai sekarang pun saya juga masih demikian, tidak suka ambil
informasi atau rujukan dari internet atau dari mbah google tersebut,
entah kenapa alasanya saya seperti itu?, yang ada di dalam pikiran saya “tidak
srek saja kalau ambil rujukan dari internet dan kalau tidak melihat sumber
aslinya”. Kecuali informasi tersebut seperti artikel dan jurnal baru saya ambil
untuk dijadikan referensi.
Ketika
saya mencari informasi di perpustakaan, baik perpustakaan yang ada di kampus
maupun di perpustakaan Daerah, baik itu berupa buku atau pun jurnal sulit
sekali untuk ditemukan dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Karena tidak ada
sistem penelusuran informasi seperti yang kita kenal pada saat ini yaitu Online
Public Access Catalogue (OPAC). Dan
pada saat bertanya kepada petugas perpustakaannya pun juga sulit, karena yang
menjaga pada waktu itu hanyalah beberapa orang dengan mahasisswa atau
pengunjung yang sangat banyak. Begitu juga demikian, dengan layanan sirkulasi
masih bersifat manual sehingga ketika mau meminjam dan mengembalikannya masih menunggu
atau ngantri dengan berjejernya pemustaka di tempat sirkulasi. Bisa dibayangkan
dengan ribuan mahasiswa/pemustaka dan petugasnya hanya beberapa orang saja,
dengan melayani pengembalian dan peminjaman. Di dalam pikiran saya timbul
sebuah pertanyaan, apakah semua perpustakaan akan seperti itu terus-menerus dan
tidak akan berubah.
Setelah
selesai kuliah pada tahun 2013, saya izin sama abah dengan ummi untuk
melanjutkan S2, abah dan ummi pun memberikan izin dan bertanya mau ngambil
jurusan apa, apakah tetap mau ambil jurusan yang sama dengan sebelumnya yaitu
PAI ataukah beda, karena ketika saya selesai SI kedua orang tua saya
menyerahkan semuanya kepada saya. Saya menjawab “lihat nanti saja abah umi pokok
intinya saya tidak ingin mengambil jurusan yang sama, saya inginnya mengambil
jurusan yang lain supaya tidak monoton di pendidikan agama terus”. Tapi
walaupun abah dengan ummi langsung mengizinkan, saya tidak langsung melanjutkan
pendidikan saya disebabkan karena masih ada tanggung jawab yaitu mengajar di
Panti Asuhan Darul Falah tepatnya di Jl. Trans Kalimantan Parid Adam, mengajar
di Sekolah Dasar Islam Swasta (SDIS), dan di Madrasah Stanawiyah (MTs) Raudhlatul
Ulum II Puguk, Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kuburaya, Kalimantan Barat
(Kal-Bar). Ketika saya mengajar, saya amati perpustakaan yang ada di sekolah
tempat saya ngajar, sangat tidak tertata dengan rapi dan tidak ada petugasnya
yang secara khusus untuk menjaga perpustakaan tersebut. Timbul di dalam pikiran
saya apakah perpustakaan itu tidak ada ilmunya, dan apakah tidak ada jurusan
secara khusus tentang perpustakaan. Memang, kalau saya hanya melihat pendidikan
yang ada di Kalimantan sendiri khususnya di Pontianak belum ada Perguruan
Tinggi atau fakultas yang secara khusus untuk jurusan ilmu Perpustakaan pada
waktu itu. Saya berpikir lagi sambil bertanya kepada diri saya sendiri “atau
saya kuliah saja S2 ambil jurusan perpustakaan saja ya?”. Nanti kalau saya kuliah
S2 perpustakaan, saya bisa mengubah perpustakaan lebih baik lagi dan bisa
membuat perpustakaan pribadi, khususnya perpustakaan di kampung/di desa saya
sendiri, mumpung belum ada perpustakaan
sama sekali.
Setelah
beberapa bulan, ummi dengan abah bertanya “jadi tidak yang mau kuliah S2?”
saya langsung jawab “jadi lah”, lalu ditanya lagi sama abah dan umi “ambil
jurusan apa”?, dengan spontanya saya menjawab “mau ambil Ilmu
Perpustakaan”, ditanya lagi “di mana”?, dan saya pun menjawab lagi “di
mana saja, pokok intinya bukan di Pontianak atau daerah Kalimantan, hehe dengan
tersenyum saya menjawabnya. Orang tua pun juga ikut tersenyum. Setelah
menjawab mau ngambil Ilmu Perpustakaan, saya langsung pergi ke Pontianak dan browsing,
mencari info tentang Perguruan Tinggi yang ada jurusan perpustakaannya
khususnya yang S2. Ternyata ada juga, dan salah satunya ya di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang pada saat ini saya sudah menjadi mahasasiswa Pascasarjana UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta Program Studi
Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Ilmu Perpustakaan dan
Informasi.
Ketika saya browsing dan menemukan jurusan
tersebut saya langsung tertarik dan ingin
kuliah di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini. Setelah menemukan hal tersebut saya langsung
pulang ke kampung halaman, dan bercerita langsung sama abah dan umi kalau saya
mau kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lalu kata abah dan umi “kok
jauh benar, ada temannya tah, ambil jurusan apa? saya pun menjawab “mengambil
jurusan ilmu perpustakaan dan saya kuliahnyapun tidak ada teman yang sama-sama
dari Pontianak, sekaligus menyakinkan
kedua orang tua saya kalau saya pasti bisa walaupun sendiri, dan bisa menjaga
diri, Insyaallah. Orang tua pun setuju, langsung saya daftar ke bank BNI,
dan ikut tes gelombang pertama, alhamdulillah ketika pengumuman saya dinyatakan
lulus. Ketika saya dinyatakan lulus, saya sangat bingung sekali, karena saya
tidak mempunyai ilmu dasar tentang perpustakaan.
Awal
pertama kuliah di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saya mengira
kalau hanya saya sendiri yang S1-nya bukan Ilmu Perpustakaan, tetapi ada juga
dua (2) orang yang S1-nya juga non Perpustakaan atau tidak linear, yaitu
Sahidi dan Zulfikar Alghazali yang juga bersama-sama berasal dari Pontianak.
Ketika masuk kuliah pertama kali saya merasa kesulitan dan kebingungan karena
apa yang disampaikan oleh dosen banyak kata-kata yang tidak dipahami. Seperti
kata-kata tentang pustakawan, OPAC, tesaurus, klasifikasi, DDC, dan semuanya
yang berhubungan dengan perpustakaan saya tidak memahami. Karena dengan
ketidaktahuan saya, saya sambil baca-baca tentang buku perpustakaan dan setiap
dosen menjelaskan saya berusaha untuk konsentrasi dan mengerti apa yang
dijelaskannya. Pernah ketika dosen menjelaskan tentang tesaurus, terlintas di
dalam pikiran saya, kalau tesaurus itu adalah seekor binatang seperti Dinosaurus,
tapi saya masih berpikir lagi, masa sih kata tesaurus itu maknanya itu, saking
penasarannya saya tanya pada teman saya yang duduk disamping saya, kebetulan
dia itu S1 nya adalah ilmu perpustakaan, namun ketika dia menjelaskan saya
masih kurang paham, sehingga saya beli kamus tentang perpustakaan dan
kepustakawanan, dan akhirnya saya paham kalau tesaurus itu dalam dunia
perpustakaan bisa dilihat dari dua aspek yaitu fungsi dan strukturnya. Kalau
dilihat dari fungsinya,
tesaurus adalah sarana pengawasan kosakata yang dipakai untuk menerjemahkan
bahasa sehari-hari ke dalam bahasa indeks. Tapi kalau dilihat dari
strukturnya, tesaurus adalah senarai kata yang bertautan satu dengan yang
lain secara semantik maupun generik. Kalau mengingat hal itu, saya jadi
ketawa sendiri biasanya, masa tesaurus disamakan Dinosaurus.
Jujur, setiap masuk kuliah saya selalu merasa
ketakutan dan kebingungan, takut karena tidak bisa mengikuti dan memahami apa
yang dijelaskan dosen. Merasa kebingungan karena setiap dosen memberikan
berbagai macam tugas, baik sejenis makalah, mene research, jurnal atau
tentang tokoh-tokoh perpustakaan. Dan merasa
kalau di dalam kelas di antara teman-teman yang lain, saya lah yang paling
tidak tahu apa-apa tentang perpustakaan. Namun saya tetap berusaha untuk bisa
memahami dan membuktikan dan selalu memotivasi diri saya sendiri kalau saya
pasti bisa sampai akhir, dan sampai mengerti tentang seluk beluk ilmu
perpustakaan tersebut. Supaya suatu saat nanti ketika saya pulang ke kampung
halaman atau di Pontianak bisa merubah perpustakaan semakin berkembang lagi,
dan bisa membuat suatu perpustakaan sesuai dengan keinginan pemustaka, serta memudahkan
pemustaka dalam pencarian informasi sekaligus membuat pemustaka merasa loyal
terhadap perpustakaan.
Alhamdulillah sedikit demi sedikit saya mulai
memahami tentang perpustakaan. Dan
sampai saat ini juga saya bisa mengikuti dan belajar lebih banyak lagi
tentang perpustakaan. Saya merasa beruntung dan merasa sangat bersyukur
ternyata perpustakaan itu banyak sekali ilmunya. Dengan kuliah di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini banyak sekali pengalaman yang di dapatkan,
salah satunya dengan melihat perpustakaan yang ada di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang sudah sangat berkembang yaitu baik dari
segi layananya sudah sangat memuaskan, apalagi layanan sirkulasi yang sudah berbasis Radio Frequency Identification (RFID). Di mana layanan sirkulasi yang berbasis RFID ini
adalah peminjaman dan pengembalian
koleksi dilakukan secara mandiri oleh user atau pemustaka. Secara tidak
langsung perpustakaan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta telah
mewujudkan pemustaka yang mandiri, yang sebelumnya saya tidak pernah menemukan
di perpustakaan manapun, apalagi di perpustakaan yang ada di Kal-Bar. Muda-mudahan
apa yang saya dapatkan dari bangku kuliah ini dari semester I, II dan III (yang
masih dijalani pada saat ini) serta pengalaman-pengalaman yang didapatkan tidak
dilupakan, bermanfaat untuk kedepannya serta barokallah selalu, Amin.... Amin
Allahumma Amin.
Layanan sirkulasi berbasis Radio Frequency Identification (RFID) di Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar