Selasa, 05 Januari 2016

GAYA KOMUNIKASI PUSTAKAWAN SEPERTI APAKAH YANG DIINGINKAN OLEH PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN?



Berbicara tentang komunikasi, mungkin itu sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga kita, karena setiap waktu maupun itu detik, menit dan hari tidak akan pernah terlepas dengan yang namanya komunikasi itu sendiri, baik itu di rumah, di kampus, di tempat kerja, maupun di perpustakaan. Sebagaimana kita ketahui perpustakaan adalah pusat informasi yang menyediakan pengetahuan dan informasi yang siap akses bagi para pemakainya. Dan di setiap layanan perpustakaan disediakan dengan dasar kesamaan akses untuk semua orang tanpa memandang perbedaan umur, ras, gender, agama, bahasa, kebangsaan dan status social, (Christiva Gettasari, 2011). Selanjutnya, Safrudin Azis mengemukakan bahwa perpustakaan merupakan suatu lembaga penyedia jasa informasi yang sebagian besar bertujuan tidak untuk mencari keuntungan atau nirlaba. Jika dihubungkan dengan pendidikan, perpustakaan adalah organisasi dan penyedia layanan publik (service provider) yang memiliki peran strategis dalam sistem pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, (Safrudi Aziz, 2012).
Melalui perpustakaan, tenaga pendidik, peserta didik dan seluruh sivitas akademika memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuannya dengan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang tersedia di dalam perpustakaan. Perpustakaan memberikan layanan informasi kepada pemustaka atau masyarakat umum dengan mengutamakan kepuasan pengguna (customer satisfaction). Perpustakaan sebagai sumber informasi merupakan pintu gerbang pengetahuan yang menyediakan kebutuhan dasar bagi pembelajaran sepanjang hayat. Peran perpustakaan bagi pengguna atau pemustaka juga berubah seiring dengan kebutuhan penggunanya, (Endang Fatmawati, 2010).
Perpustakaan dan pustakawan merupakan sesuatu yang tidak akan terpisahkan, seperti dua sisi mata uang, di mana ada perpustakaan, maka idealnya disitu juga harus ada pustakawan. Tugas pustakawan adalah melayani pemustaka dengan sebaik mungkin, sehingga dituntut untuk dapat mengakomodir kebutuhan pemustaka. Listen to your user (dengarkan keinginan pengguna), kata ini tepat untuk menggambarkan bahwa pustakawan dituntut untuk mendengarkan pemustaka. Sehingga kebutuhan pemustaka dapat dipahami dan dimengerti kemudian diakomudir kebutuhan mereka, (Jazimatul Husna, 2013).
Sumber daya manusia di perpustakaan atau dikenal dengan sebutan pustakawan hendaknya dalam bekerja selalu mementingkan kebutuhan penggunanya dengan prinsip selalu siap sedia dalam memberikan pertolongan pada saat diperlukan. Prinsip tolong-menolong ini merupakan salah satu ajaran Islam yang harus diperhatikan, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat dua (2) yang artinya “dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Safrudi Aziz, 2012).
Banyak sekali aspek yang menentukan kualitas layanan perpustakaan ideal. Salah satunya adalah tercapainya aspek komunikasi efektif pustakawan pada saat melayani. Model hubungan komunikasi pustakawan, bisa antara pustakawan dengan pimpinan, pustakawan dengan pustakawan, maupun pustakawan dengan pengguna. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial, dan merupakan bagian penting dalam perpustakaan, khususnya dalam melayani pemustaka, (Endang Fatmawati, 2010).
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks pelayanan terhadap pemustaka dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika berkomunikasi. Sikap ini merupakan pilar yang sangat vital karena menjunjung tinggi nilai etika dan kelemah lembutan sebagai pegangan dalam berkomunikasi membentuk karakter pribadi yang baik dan santun, yang pada gilirannya akan terciptalah suasana tenang, nyaman dan memuaskan setiap pengguna, (Safrudin, Aziz, 2012).
Membangun komunikasi dengan orang lain akan menghilangkan kesombongan, kekecewaan, kepenatan, yang biasanya akan menjadi faktor penghambat dalam pergaulan sehari-hari. Komunikasi sangat penting untuk memperlancar tugas-tugas baik di kantor maupun dalam pergaulan sehari-hari. Komunikasi bisa dilakukan dengan cara dialog, sehingga dapat saling memberi dan menerima (take and gave) pendapat. Komunikasi bisa menghilangkan salah pengertian (misunderstanding) dalam pergaulan. Begitu juga sebaliknya, komunikasi bisa mendatangkan simpati, empati, kepercayaan dari orang lain. Dalam pergaulannya pustakawan harus mengembangkan komunikasi dengan orang lain, terutama komunikasi dua arah, agar bisa menghilangkan persepsi yang salah menjadi benar, (Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen, 2006).
Komunikasi merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh dalam usaha agar bisa berhasil, selain itu juga bisa menimbulkan perubahan sikap yang lebih besar, apabila sumber dianggap mempunyai kridibilitas tinggi, dapat dipercaya, dan atau pada umumnya disenangi oleh target, (Mar’at, 1982). Sikap adalah cara seseorang menerima atau menolak sesuatu yang didasarkan pada cara dia memberikan penilaian terhadap suatu objek tertentu yang berguna maupun tidak berguna bagi dirinya, (Lusi Nuryanti, 2008). Dalam studi kepustakaan mengenai sikap diuraikan bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya, (Mar’at, 1982).
Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh gaya komunikasi, yaitu suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang. Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan yang lainnya berbeda. Dalam konteks daerah ataupun Negara, maka gaya komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam berkomunikasi juga berbeda-beda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi, (Endang Fatmawati, 2010).
Begitu juga pustakawan yang ada di perpustakaan, pada realitanya gaya komunikasi yang ditampilkan pun berbeda-beda, ada yang banyak berbicara dengan suara yang keras, ramah atau bersahabat, santai, penuh perhatian, ada yang ketika berkomunikasi menimbulkan perselisihan, ada yang menggunakan kata-kata yang indah (dramatis), menggunakan gerakan-gerakan anggota tubuh, terbuka, ada sekali berbicara langsung meninggalkan kesan atau sangat berkesan bagi yang mendengarkannya, serta ada juga seseorang ketika berkomunikasi, bisa dengan mudah mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi pendengarnya atau komunikannya, atau di dalam ilmu perpustakaan disebut dengan pemustaka (user). Sebagaimana yang dikatakan oleh Robert W. Norton dan Loyd S. Pettegrew.  yaitu “components communicator style that are dominant, open, dramatic, relaxed, contentious, animated, friendly, attentive, and impression-leaving, and communicator image” (Robert W. Norton dan Loyd S. Pettegrew, 1997).
Setiap gaya komunikasi di atas, yang  diitampilkan oleh pustakawan ketika berkomunikasi dengan pemustaka (melayani pemustaka) maka akan menimbulkan efek baik segi positif maupun negatif. Misalnya, ketika pustakawan berkomunikasi dengan pemustaka menampilkan gaya komunikasi yang baik seperti, menanyakan apa yang diinginkan pemustaka dan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan oleh pemustaka, serta menjelaskan dengan santai, tegas dan membantu pemustaka sampai informasi yang diinginkan ditemukan. Maka pemustaka akan memberikan respon yang positif dalam artian pemustaka akan senang dan akan kembali lagi ke perpustakaan tersebut. Begitu juga dengan sebaliknya, apabila pustakawan ketika berkomunikasi dengan pemustaka, menampilkan gaya komunikasi yang tidak menyenangkan, misalnya pustakawan marah-marah dan mukanya kelihatan tidak ikhlas serta ketika berbicara menyebabkan perselisihan, maka respon pemustaka akan negatif, serta pemustaka akan enggan untuk berkunjung kembali ke perpustakaan tersebut.
Jadi, gaya komunikasi pustakawan di perpustakaan itu sangat penting sekali, di mana kita ketahui bahwa tugas pustakawan itu adalah melayani, maka salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh pustakawan adalah komunikasi lebih khususnya gaya komunikasi yang ditampilkan oleh pustakawan itu sendiri. Apabila gaya komunikasi yang ditampilkan oleh pustakawan tersebut baik dan sesuai dengan keinginan pengguna atau pemustaka, maka pemustaka tersebut akan loyal terhadap perpustakaan, dan akan sering berkunjung ke perpustakaan.




DAFTAR PUSTAKA

Christiva Gettasari. Bulletin Pustakawan Media Komunikasi dan Informasi Pustakawan. Selayang Pandang Perpustakaan Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi (BPPT).  Edisi Ke 2 Th. 2011/Mei- Agustus 2011.

Endang Fatmawati. The Art of Library Ikatan Esai Bergizi Tentang Seni Mengelola Perpustakaan. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. 2010.

Jazimatul Husna. Standar Pustakawan Professional di Perpustakaan. “Sangkakala” Edisi Ke-Lima Belas 2013.

Lusi Nuryanti, Psikologi Anak. Jakarta: Indeks, 2008.

Mar’at. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1982.

Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen. Etika Kepustakawanan Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: CV Sagung Seto. 2006.

Robert W. Norton dan Loyd S. Pettegrew. Communication Style As An Effect Determinant Of Attraction. Vol. 4. No. 3. University of Michigan. 1977. Hlm. 260-261. Dalam http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/handle/2027.42/66866/10.1177_009365027700400302.pdf?sequence=2. Di akses pada tanggal 26 September 2015. Pukul 08.30. WIB.

Safrudi Aziz.” Total Quality Service (TQS) Sebuah Alternatif Peningkatan Kualitas Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi”. Al-Maktabah: Jurnal Komunikasi dan Informasi Perpustakaan. Vol. 11, No. 1, November 2012.

Safrudin, Aziz. Menjadi Pustakawan Progresif. Yogyakarta: Idea Press. 2012.